Halaman

13 August 2007

Marhaban!

Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, ia berkata ketika tiba bulan Ramadhan, Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan penuh berkah yang di dalamnya Allah mewajibkan puasa, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapat kebaikannya (Ramadhan) sungguh telah merugi”. (HR. Ahmad)

Ya, bulan Ramadhan kini sudah kembali berada di depan mata. Kita akan segera kembali menikmati jamuan Allah lewat Shaum, Tarawih, Qira’atulquran dan jamuan lainnya. Pelipat-gandaan pahala pun menjadi nilai tersendiri pada bulan Ramadhan yang kita songsong ini.

Namun dibalik itu semua kita pun harus berusaha agar Ramadhan kali ini lebih baik dari pada tahun lalu, tentu saja dengan mengadakan perencanaan dan persiapan lebih matang. Apa saja yang ingin kita peroleh dari pelatihan yang disediakan Allah untuk hamba-hambanya yang beriman ini.

Mungkin pada Ramadhan tahun lalu kita hanya menjalankan ibadah-ibadah sekedarnya saja, tanpa target yang jelas atau bahkan hanya sekedar menahan haus dan lapar belaka. Mungkin pula tahun lalu kita tidak terlalu memerhatikan alquran yang menjadi salah satu ciri khas bulan Ramadhan. Kalaupun kita tarawih ke mesjid itu mungkin hanya karena rasa malu kita kalau tidak ke mesjid. Nah mudah-mudahan tahun ini kita dapat menjalankan ibadah-ibadah pada bulan Ramadhan dengan lebih baik.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa sehingga kami mengira beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengira beliau tidak berpuasa. Tidaklah kami melihat Rasullullah menyempurnakan puasanya sebulan penuh selain bulan Ramadhan, dan tidaklah kami melihat beliau puasa lebih banyak selain bulan Sya’ban” (HR. Bukhari)

Usamah bin Zaid berkata bahwa ia pernah bertanya kepada Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa (di bulan-bulan lain) seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban.” Rasulullah menjawab, Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang sering dilupakan manusia, padahal ia adalah bulan dimana amal-amal diangkat Allah Rabbul ‘alamin. Karena itu, aku ingin amalku diangkat kepada Allah dalam keadaan aku sedang berpuasa” (HR. Nasa’i).

Seorang penyair berusah menyingkap rahasia mengapa Rasulullah memberikan perhatian yang besar terhadap bulan Sya’ban, bahkan juga terhadap bulan Rajab. Pujangga membisikkan kaum muslimin dengan gubahan berikut:

Rajab telah berlalu
alangkah eloknya bila aku berada di dalamnya
kini tiba bulan Sya’ban yang penuh berkah
wahai orang-orang yang menyia-nyiakan waktu
dengan tidak mengetahui kehormatan bulan itu
sadarlah, waspadalah dari kebinasaanmu
kelak engkau akan dipaksa berpisah dengan kelezatan
kematian akan mencampakkanmu dengan nista
dari kampung halamanmu
sadarlah semampu dirimu dari kesalahanmu
dengan taubat yang ikhlash
jadikanlah kediamanmu terbebas dari neraka jahim
maka sebaik-baik pendosa adalah orang yang berhasil meraihnya

Bukan Ingin … Tapi Butuh


Sebagai manusia tentunya kita memiliki sifat-sifat yang menunjukkan kemanusiaan kita. Kita menyukai sesuatu yang indah ….. itu manusiawi. Kita menyukai makanan yang lezat menurut selera kita … itu manusiawi. Kita memiliki kecenderungan terhadap lawan jenis … itu pun manusiawi. Dan kita pun memiliki ambisi-ambisi serta keinginan ter-hadap kehidupan kita agar mendapatkan kebahagiaan.

Namun ada sebuah permasalahan yang semestinya kita angkat dan pada kesempatan kali ini pun aku ingin sedikit membahasnya. Karena siapa tahu saya, Anda, atau siapa pun yang mendapat informasi ini dapat turut larut dalam pemikiran untuk memperbaiki sedikit kelengahan kita dalam hidup. Insya Allah.

Adalah sebuah hal yang tidak aneh apabila pada suatu saat merasa ingin sekali me-lakukan sesuatu kegiatan, membeli atau memiliki suatu benda. Namun kita jarang sekali memikirkan esensi dari kegiatan atau benda tersebut.

Saya ambil contoh ketika kita tertarik untuk membeli sebuah handphone baru, sekaligus keluaran terbaru, tetapi sebenarnya kita sudah punya handphone yang dapat kita gunakan untuk kebutuhan. Kita tetap memaksakan untuk membeli padahal keadaan keuangan kita pas-pasan, itu pun harus ditambah dengan uang pinjaman.

Nah, hal seperti ini mungkin sudah tidak aneh lagi kita dengar atau bahkan kita alami. Namun, kita jarang memikirkannya. Padahal kalau kita pikir-pikir lagi masih banyak hal yang lebih penting. Kalau pun ada alasan, itu kan untuk hiburan, bagaimana bisa jadi hiburan kalau hal itu justru menambah beban pikiran.

Pernah saya mendengar seseorang bercerita bahwa orang yang ahli membuat handphone di negeri Asia Timur sana, dia hanya menggunakan model yang mungkin bisa disebut paling kuno. Padahal ia merupakan orang yang membuat model terbaru dari sebuah jenis handphone. Kemudian ia ditanya: “Pak, Anda kan bisa membuat handphone yang paling canggih tapi kenapa Anda kok menggunakan handphone seperti itu?”. Si Bapak itu menjawab, “Yang saya butuhkan dari alat ini hanya untuk berkomunikasi (telepon dan sms- pen) dan itu semua sudah ada di HP ini, jadi kenapa harus pakai yang baru?”

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita ini, yang manjadi bahan pemikiran kita adalah apabila kita ingin melakukan sesuatu hal harus kita timbang. Apakah ini kebutuhan atau hanya keinginan yang hanya bersifat temporal.

Lain halnya apabila kita memiliki cost yang memadai dan kita butuh hiburan. Itu bisa saja dilakukan.

Jangan sampai kita diperbudak oleh keinginan-keinginan yang membuat kita tambah tidak produktif. Marilah kita lihat semuanya dari sudut pandang terbaik agar kita mampu menikmati hidup yang dikaruniakan-Nya kepada kita.

Ini hanya sekadar pemikiran dari orang yang belajar berpikir. Mungkin Anda punya cerita yang lebih menarik?

10 August 2007

Saya Pikir ... Ide yang Bagus!

Merupakan sebuah kebiasaan temen-temen ekspedisi apabila sebelum berangkat memasarkan buku pastilah ngobrol rame-rame di gudang sambil mempersiapkan buku. Ngobrolnya apa aja, ngaler-ngidul sesuai kehendak. Terkadang membahas hal-hal yang serius tetapi kebanyakan bercanda.

Ialah Abdullah Umar salah satu temen kerja saya, ia bernarasi tentang Polisi yang menangkap pembuat SIM palsu yang beberapa waktu lalu tertangkap. Ia membahas bahwa sebenarnya para penjahat (pemalsu) itu sebaiknya jangan dihukum tetapi justru diarahkan dan kemampuannya itu dimanfaatkan untuk kepentingan negara.

Ia juga menambahkan dengan contoh lain yaitu para perakit bom, menurutnya para perakit bom itu sebaiknya dipekerjakan sehingga keahliannya itu dapat dimanfaatkan oleh negara. Hukuman yang semestinya dia terima anggaplah sudah ditebus dengan pengabdiannya tersebut.

Saya yang mendengarkan berpikir ternyata apa yang ia omongkan itu ada benarnya juga. Memang benar kebanyakan orang yang melakukan kejahatan berupa pemalsuan-pemalsuan adalah orang-orang yang memiliki kelebihan. Bayangkan saja, barang yang palsu saja bisa sulit diketahui.

Sebenarnya tujuan utama mereka kan mencari uang, kenapa tidak dipekerjakan saja? Padahal potensi yang mereka miliki itu berlebih. Mereka memang kriminal tetapi mereka kan hanya menyalahi administrasi saja. Tidak sekejam membunuh.

Pendapat Anda!