Halaman

19 May 2010

Dia Terus Tersenyum


Dia tetap tersenyum. Walaupun semua tahu, 12 jam dia berada di situ dan hanya beberapa menit saja dia beristirahat. Dia pasti jenuh, namun motivasinya untuk menghidupi keluarganya mengalahkan segalanya. Setiap orang yang ia temui, mungkin ada yang tersenyum, tapi pasti ada juga dengan raut wajah memasam.

Dia tetap tersenyum. Dalam kelelahan dan rasa jenuh yang sangat. Dia berusaha menghibur dirinya dengan senyuman. Ya, bagaimana tidak, dia bekerja lebih parah dibandingkan buruh yang bekerja kasar walaupun dalam kasat mata ia berseragam rapi, berdasi, ber-jas, dan dengan sepatu bersemir. Karena, keserakahan manusia yang memeras habis keringatnya dan memeras darahnya.

Pegawai kontrak, buruh, bukan. Dia adalah budak kesemena-menaan dan keserakahan. Setiap hari keringatnya terus diperah, tetapi hak-haknya sama sekali tidak diberikan. Hanya mungkin upah yang seminim-minimnya yang ia dapatkan. Entahlah, semoga saja semua itu dapat tetap menjadi ladang bersyukur baginya dan anak istrinya sehingga suatu saat ia mendapat yang lebih baik dari Yang Maha Penyayang; Allah Azza Wajalla. Amin.

KORUPTOR, TEMBAK DI TEMPAT!


Mendengar berita akhir-akhir ini. Polri; Densus 88 Anti teror menggrebek beberapa tempat yang diduga sarang Teroris sekaligus melumpuhkan-membunuh para TERDUGA teroris yang mungkin atau entahlah, berusaha melarikan diri. Ingat, TERDUGA saja.

Teroris, sejatinya memang sangat membahayakan ketika mereka melakukan aksinya. Tetapi ketika mereka diam, berbaur dengan masyarakat sekitar, mereka tidak mengganggu keamanan dan ketertiban. Malahan mungkin, mereka termasuk pribadi-pribadi yang sangat menghormati orang lain dan menjunjung tinggi prikemanusiaan.

Selain isu teroris, hangat pula isu korupsi (koruptor). Sebenarnya bukan isu, melainkan sudah menjadi kasus. Padahal, teroris tidaklah lebih berbahaya dibandingkan koruptor. Koruptor setiap detik bisa membuat rakyat menderita tanpa terkecuali. Bahkan mungkin atau pasti, salah satu alasan calon-calon teroris untuk melakukan aksi teror tersebut adalah karena rasa muak mereka kepada para Koruptor yang berkeliaran, bebas menghirup nafas sambil meminum darah rakyat negeri ini. Dan alasan itu mungkin. Sedangkan, tidaklah mungkin, seseorang korupsi karena muak dengan adanya aksi terorisme.

SIapa yang berwenang memerintahkan menembak mati di tempat terhadap teroris? Apakah Kapolri atau Presiden?

Siapapun yang berwenang memerintahkan hal tersebut, mengapa tidak juga diberikan perlakuan yang sama terhadap terduga koruptor? Apa karena ada praduga tak bersalah? Lalu, tidak demikiankah untuk para terduga teroris? Mungkin saja orang-orang yang dibunuh oleh Densus 88 tersebut bukanlah teroris. Mungkin dia lari karena takut; pernah mencuri atau melakukan kejahatan lain dan kebetulan berada di lokasi yang dianggap tempat teroris.

Harusnya, bagi terduga koruptor juga langsung saja di tembak mati di tempat kalau perlu dibom di tempat. Kalau Densus 88 ditanya, tinggal jawab saja terduga koruptor hendak melawan dan membahayakan jika tidak dibunuh.

Jika ternyata yang tertembak itu adalah benar koruptor berarti bagus. Jika yang tertembak itu ternyata bukan koruptor, tidak apa-apa, karena berarti orang tersebut mati syahid (mungkin). Jadi, jangan ragu-ragu. Koruptor; tersangka atau terduga tembak mati saja! Ya minimal samakan dengan teroris maksimalnya dibunuh di depan masyarakat. Karena Hak Asasi Manusia tidak berlaku untuk manusia yang melampaui batas Hak Asasi Manusia orang lain.

17 May 2010

Evaluasi Lagi!

Hidup ~kehidupan ini terus berjalan. Walaupun ia tak pernah berlari tetapi suatu ketika seolah tak bisa kita kejar, dan kitapun tertekan akannya. Namun tak jarang pula kehidupan ini terasa lamban dan membuat kita bosan. Bahagia dan duka silih berganti. Meskipun kita tahu bahwa bahagia yang kita dapati jauh lebih banyak dan lebih sering dibandingkan dengan duka cita yang melanda.
Sebagai manusia apalagi seorang Islam terkadang bahkan mungkin selalu, kita lupa akan rasa syukur ~berterima kasih kepada Allah Azza wajalla yang tidak pernah mengurangi sedikitpun jatah kita di dunia ini. Sedangkan kita, ada anak yang sengaja datang menghampiri kita di lampu merah saja kita cuek; acuh tak acuh. Padahal uang Rp 1000 yang kita berikan dapat membuat hatinya (mereka) tentram dan riang gembira. Lalu, mengapa kita pelit saudaraku. ...