Banyak kenangan indah bersama kawan-kawan seperjuangan kita. Baik di masa SMA, ataupun di masa kita kecil -remaja. Diantara mereka ada pula yang pergi jauh dan tak bisa kita temui kembali. Kita merasa sangat iba apabila ingat -bernostalgia akan kenangan-kenangan yang menjadi penyemangat hidup kita.
Ada kawan sejati kita yang pergi begitu jauh -kembali kehadirat ilahi rabbi. Maka untuk kawan yang kita sayangi ini kita hanya bisa mendoakannya, hanya bisa mengenang jasa-jasa baiknya, meneruskan kebiasaan baiknya, dan seterusnya.
Kawan yang sejati -sejatinya selalu memerhatikan kita. Ia tidak mau kalau sahabatnya yang satu ini kenapa-napa. Akan tetapi, semua itu bukan berarti dapat kita jadikan alasan untuk memilih -memilah mana orang yang mesti kita jadikan kawan. Ingat, kita jangan hanya ingin menjadi objek, tetapi mesti mau menjadi subjek untuk kawan kita.
ber-Kawan yang hanya dilandaskan pada nilai-nilaii ilahiyah-lah yang semestinya kita jadikan pegangan dalam menikmati perkawanan, persahabat yang nantinya bisa kita kenag di dunia -di hari tua, di mana cucu-cucu kita bercengkrama, memanggil kita dengan sebutan nenek/kakek. Ya jika Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk menikmati hari tua. Akan tetapi, bila Allah tidak mengizinkan, semoga saja buah dari persahabata, silaturahim kita menjadi sesuatu yang berharga di akhirat sana. Dimana hanya keridloan-Nya-lah yang berkuasa atas nasib kita. Bukan karena amal baikk kita di dunia. Karena, berapa banyak pun amalan yang kita kumpulkan, niscaya tak akan mampu mengganti dengan syurga Allah. Bahkan orang yang paling mulia di dunia ini pun -Muhammad SAW.
Itulah sebabnya kawan, mari kita berlomba-lomba dalam mencari keridloan-Nya. Bagaimana pun caranya. Yang penting kita terus bersemangat. bolehlah kita terkadang drop -down. Begitu merasa malas untuk beribadah bahkan cenderung maksiat. Tapi, semua ada waktunya, akan ada waktu dimana kita sadar dan ingin kembali.
Seperti halnya aku dulu. Pada waktu sekolah di Aliyah aku begitu menikmati kejauh-dekatan dengan-Nya. Tetapi, setelah aku keluar dari lingkungan sekolah seakan aku kehilangan arah ruhiah dan seakan hanya terobsesi pada duniawiyah belaka.
Manusia tidak akan tetap, itulah fitrah. Sehingga biarpun kita begitu jauh pergi darinya, tetap saja kita memiliki kecenderungan untuk kembali, bertaubat atas segala khilaf. Memang tidak akan langsung kembali pada rel yang tetap -istiqamah, tetapi setidaknya sifat manusiawi yang tidak bisa lepas dari nurani ini akan tetap ada sampai kapanpun. Sampai dimana ia mengalahkan hawa nafsunya atau hawa nafsunya yang menglahkan dia.
Ada kawan sejati kita yang pergi begitu jauh -kembali kehadirat ilahi rabbi. Maka untuk kawan yang kita sayangi ini kita hanya bisa mendoakannya, hanya bisa mengenang jasa-jasa baiknya, meneruskan kebiasaan baiknya, dan seterusnya.
Kawan yang sejati -sejatinya selalu memerhatikan kita. Ia tidak mau kalau sahabatnya yang satu ini kenapa-napa. Akan tetapi, semua itu bukan berarti dapat kita jadikan alasan untuk memilih -memilah mana orang yang mesti kita jadikan kawan. Ingat, kita jangan hanya ingin menjadi objek, tetapi mesti mau menjadi subjek untuk kawan kita.
ber-Kawan yang hanya dilandaskan pada nilai-nilaii ilahiyah-lah yang semestinya kita jadikan pegangan dalam menikmati perkawanan, persahabat yang nantinya bisa kita kenag di dunia -di hari tua, di mana cucu-cucu kita bercengkrama, memanggil kita dengan sebutan nenek/kakek. Ya jika Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk menikmati hari tua. Akan tetapi, bila Allah tidak mengizinkan, semoga saja buah dari persahabata, silaturahim kita menjadi sesuatu yang berharga di akhirat sana. Dimana hanya keridloan-Nya-lah yang berkuasa atas nasib kita. Bukan karena amal baikk kita di dunia. Karena, berapa banyak pun amalan yang kita kumpulkan, niscaya tak akan mampu mengganti dengan syurga Allah. Bahkan orang yang paling mulia di dunia ini pun -Muhammad SAW.
Itulah sebabnya kawan, mari kita berlomba-lomba dalam mencari keridloan-Nya. Bagaimana pun caranya. Yang penting kita terus bersemangat. bolehlah kita terkadang drop -down. Begitu merasa malas untuk beribadah bahkan cenderung maksiat. Tapi, semua ada waktunya, akan ada waktu dimana kita sadar dan ingin kembali.
Seperti halnya aku dulu. Pada waktu sekolah di Aliyah aku begitu menikmati kejauh-dekatan dengan-Nya. Tetapi, setelah aku keluar dari lingkungan sekolah seakan aku kehilangan arah ruhiah dan seakan hanya terobsesi pada duniawiyah belaka.
Manusia tidak akan tetap, itulah fitrah. Sehingga biarpun kita begitu jauh pergi darinya, tetap saja kita memiliki kecenderungan untuk kembali, bertaubat atas segala khilaf. Memang tidak akan langsung kembali pada rel yang tetap -istiqamah, tetapi setidaknya sifat manusiawi yang tidak bisa lepas dari nurani ini akan tetap ada sampai kapanpun. Sampai dimana ia mengalahkan hawa nafsunya atau hawa nafsunya yang menglahkan dia.