Halaman

28 July 2007

Life in Spirit

HIDUP DENGAN SEMANGAT

Pandangan seseorang tentang hidup dan kehidupannya sangatlah beragam. Ada orang yang menganggap bahwa hidupnya itu adalah untuk mencari rezeki, mencari ketenaran, mencari ilmu, mencari kesenangan, mencari keridhoan Allah dan banyak hal lainnya yang menjadi tujuan hidup seseorang.

Sekarang pertanyaannya, apa yang menjadi tujuan Anda dalam hidup? Apakah mencari kesenangan duniawi saja atau mencari sesuatu hal yang hakiki yang tentu saja dapat memberikan kesenangan di dunia dan di akhirat.

Apapun yang menjadi tujuan hidup Anda yang terpenting adalah kekuatan spirit atau semangat Anda dalam menjalaninya. Orang yang memiliki semangat (ghirah) maka ia akan mampu menerjang ombak dan mendaki gunung permasalahan.

Nah sahabat, semangat itu sering juga disebut dengan spirit. Pasti kita sudah familiar dengan kata ini. kemudian, ada kata spiritual yang lebih condong kepada hal-hal yang berbau agama. Lalu sekarang apa sebenarnya hubungan antara spirit (semangat) dengan spiritual (agama pada umumnya)?

Semangat adalah sebentuk energi yang memberikan kita tambahan kekuatan (power). Dengan tambahan kekuatan ini sesuatu hal yang kita anggap sudah tidak mungkin dilakukan karena kita sudah kelelahan misalnya, dapat kita kerjakan sebagaimana kita baru pertama kali melakukan pekerjaan tersebut.

Lantas, dari mana semangat itu muncul? Pasti ada penyebabnya. Itulah spiritual
bersambung ............

20 July 2007

Pandanganku terhadap rezeki

Segala puji bagi Allah zat yang Maha Menguasai makhluk-Nya baik yang meyakini keberadaan-Nya atau kufur terhadap keberadaan-Nya. Dia senantiasa memberikan rezeki kepada makhluk-makhluk-Nya tanpa diminta. Apalagi kalau diminta. Namun terkadang manusia berpikir mengapa ketika ia meminta rezeki merasa tak pernah dikabulkan.
Allah azza wajalla tidak mungkin salah dalam mengatur dan membagi-bagikan karunia-Nya. Oleh sebab itu kita mesti berpikir apa masalah sebenarnya. Apa memang Allah sengaja berbuat sesuatu yang tidak kita sukai atau malah sebaliknya, kita sendirilah yang membuat rezeki kita tersendat.
Banyak diantara kita yang tidak tahu apa sich sebenarnya yang dimaksud dengan rezeki itu? Apakah yang berupa finansial, sandang, pangan dan papan, atau ada hal lain yang lebih esensial?
Ya, ada hal yang lebih esensial yaitu suatu hal yang memberikan ketenteraman pada bathin kita, yang bisa memberikan penambahan rasa cinta kita kepada Allah swt dalam bentuk apapun. Itulah yang lebih tepat kita katakan sebagai rezeki karena dengan demikian berarti kita tidak memandang rezeki dari perspektif yang sempit. Dan itu akan menambah kualitas diri kita insya Allah.

17 July 2007

Jagalah Lisan

Oleh : Rahmat Hidayat Nasution

Lisan merupakan karunia yang sangat 'mahal' dan vital bagi manusia. Tanpa lisan, barangkali hidup bagi manusia tiada artinya. Dengan lisan, manusia dapat mengenal rasa dan dapat berbicara dengan sesama.

Dengan lisan pula manusia dapat berkomunikasi tanpa mengalami kesusahan. Selain itu, manusia bisa juga mulia dengan lisannya tersebut. Begitupun sebaliknya, manusia bisa hina karena lisannya. Hina, karena tidak bisa menggunakannya sesuai kehendak dan aturan-aturan yang ditetapkan penciptanya.

Banyak sekali hadits Rasulullah Saw. yang menganjurkan kita untuk selalu menjaga lisan. Bahkan Rasulullah juga sering mengecam orang yang tidak pandai menjaga lisannya.

Rasulullah pernah berpesan: ”Barang siapa yang diam (tidak banyak bicara) maka dia akan selamat” (H.R. At-Tarmizi).

Dalam hadits lain disebutkan, Al-Ma’shum Saw. juga pernah berwasiat: “Barang siapa yang bisa menjamin (keselamatan) antara dua rahangnya (lisan) dan dua kakinya (faraj) maka aku menjamin baginya surga” (H.R. Bukhari).

Lisan ibarat pisau bermata dua, bila digunakan pada hal-hal yang baik maka akan mendatangkan kemaslahatan (kebaikan). Namun sebaliknya, bila digunakan pada hal-hal yang buruk, kemudhratan pun akan mengiringinya.

Karena itu, Imam Al-Ghozâli dalam kitab Ihya'nya memaparkan bahwa ada sekitar 20jenis penyakit yang sering menjangkiti lisan manusia. Di antaranya:

Pembicaraan yang tidak Bermanfaat

Sering sekali manusia terlena dan lalai dengan ucapannya. Tanpa kita sadari, kadang-kadang waktu berlalu begitu saja karena asyik dengan obrolan yang sia-sia.

Seorang mukmin, seharusnya dapat memilah dan memilih kapan dan di mana dia harus berbicara. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. pernah mewanti-wanti dalam sabdanya: “Salah satu tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak bermanfaat baginya” (H.R. At-Tarmizi).

Yang dimaksud dengan “tidak bermanfaat” dalam hadits tersebut antara lain, muncul melalui lisan seperti ghibah, fitnah, menggunjing, berbohong dll.

Padahal, pembicaraan yang tidak berarti sama sekali hanya membuang-buang waktu, dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Banyak orang yang tidak mengetahui batasan-batasan perkataan yang bermanfaat ataupun tidak bermanfaat, sehingga mengakibatkan kebiasaan baginya.

Pada akhirnya nanti, kebiasaan yang tidak diketahui baik-buruknya itu sulit untuk merubahnya. Secara singkat mungkin bisa kita katakan bahwa batasan baik atau buruknya perkataan seorang adalah diamnya, tidak mengakibatkan celaka bagi orang lain dan tidak mengakibatkan rugi terhadap dirinya sendiri.

Perdebatan dan Pertengkaran

Perdebatan dan pertengkaran acapkali berbuntut pada perpecahan. Debat kusir yang tidak berakhir selalu saja menimbulkan polemik. Kalau perdebatan dalam mencari kebenaran, masih diterima sebagai amal. Tapi, kebenaran yang sudah jelas pun sering sekali menjadi bahan pertengkaran, sehingga mengakibatkan permusuhan satu dengan yang lain.

Makanya, Rasulullah Saw. melarang umatnya yang suka perdebatan seraya bertutur: “Tidaklah sesat suatu kaum (dahulu) setelah Allah menunjuki mereka, kecuali karena mereka suka berdebat atau bertengkar” (H.T. At-Tarmizi). Dalam sabdanya yang lain, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Tidak sempurna iman seorang hamba hingga dia meninggalkan pertikaian dan perdebatan walaupun dia dalam posisi benar” (H.R. Ibnu Abi ad-Dunya).

Suka Melaknat

Marah sering kali membawa seseorang lupa diri, sehingga kata-kata yang terucap dari kedua bibirnya mengakibatkan tidak terkendali. Perkataan jorok dan melaknat kerap kali keluar tanpa dia sadari.

Melaknat, baik kepada benda mati, binatang atau manusia tetap saja dilarang oleh Rasullah Saw. Bahkan, Rasulullah pernah menegur Abu Bakar ra., karena beliau melaknat budaknya.

Kata Anas ra. ”Seseorang pernah dimarahi oleh Baginda Saw. karena melaknat kuda tunggangannya, seraya berkata: wahai Abdullah, jangan engaku berjalan bersama kami di atas tunggangan yang terlaknat”

Bercanda yang Berlebihan

Sejatinya canda itu lebih identik dilarang oleh Raulullah Saw. kecuali pada hal-hal yang sewajarnya. Sabda Rasulullah: “Jangan kamu mendebat saudaramu dan jangan kamu mencandainya” (H.R. At-Tarmizi). Artinya, canda terhadap sesama selama dalam batas-batas yang wajar tidaklah dilarang. Akan tetapi, yang sering terjadi ketika canda sudah melebihi batas, sehingga aib sesama tidak jarang terbongkar gara-gara canda yang berlebihan.

Imbasnya, berbuntut pada putusnya hubungan silaturahmi bahkan teman bisa menjadi lawan hanya karena canda yang berlebihan.

Mengejek dan Mencemoohkan orang lain

Allah SWT. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi orang (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan). (Q.S. Al-Hujurat:11 ).

Mengejek, baik terhadap cacat sesorang atau ras seseorang sangat dikecam oleh Nabi Saw. Bahkan seorang sahabat Salman al-farisi ditegur oleh Nabi Saw. karena ketahuan memanggil nama Bilal (muadzdzin Rasul Saw), dengan sebutan ibn sauda (anak orang hitam).

Ghibah (gosip)

Secara singkat, ghibah (gosip) bisa diartikan dengan menyebut atau menceritakan hal yang tidak baik dari pribadi sesorang. Sehingga, jika yang diceritakan mengetahuinya akan mnimbulkan permusuhan diantara keduanya. Biasanya, sesorang yang suka mengghibah tidak akan tenang jika melihat orang bahagia, senang dan gembira.

Karena itu, Rasululullah sangat 'melarang keras' memiliki sifat suka mengghibah. Sebagaimana diriawayatkan dari Jabir dan Abi Said (mereka) berkata; Nabi Saw. Bersabda: ”hati-hatilah dengan ghibah, karena ghibah lebih berbahaya (dosanya) dari zina, sesungguhnya orang yang berzina jika bertaubat, Allah akan menerimanya, sedangkan orang yang menggibah tidak akan diterima, selama orang yang diceritai tidak memaafkan”.

Namimah (mengadu domba);

Adu domba adalah pekerjaan yang sangat dikecam oleh Allah Swt. Karena adu domba adalah kebiasaan setan untuk menimbulkan perkara dikalangan sesama. Kalau ghibah seperti yang dipaparkan di atas hanya sekedar menyebut-nyebut tentang sesorang, yang jika dia tidak senang, maka berdosalah si pelaku ghibah. Namun, jika menyebut dan menceritakan kebaikan sesorang, justru bisa menjadi pahala baginya.

Berbeda dengan namimah (adu domba), ghibah lebih kepada ingin melaga antara dua orang yang awalnya bersahabat akhirnya bermusuhan. Adu domba tidak saja dari perkataan, namun bisa juga dengan isyarat atau surat dsb. Kata Nabi Saw.”Tidakkah kamu ingin aku beritahukan orang yang paling jahat diantara kamu? Kata sahabat: “tentu wahai Rasulullah” kemudian nabi menyebutkan adu domba salah satunya.” (HR. Ahmad dari Abu Malik al-Asy’ari)

Memuji berlebihan;

Adalah sifat manusia ingin selalu dipuji. Namun, terkadang yang memuji terlalu berlebihan sehingga sampai pada batas dusta. Pernah seorang sahabat memuji sahabat yang lain (dengan berlebihan), lalu Nabi Saw. mendengarnya seraya berkata ”Celakalah engkau, karena engkau (seolah-olah) telah memotong leher saudaramu, sekalipun dia senang mendengar apa yang kau ceritakan.”

Kebiasaan seperti ini, sering kita jumpai ketika sesorang ingin mendapatkan maslahat dari yang dia puji. Karena itu, tak salah bila Umar bin Khattab berkata: “Pujian itu seperti sayatan” Artinya, bahwa ketika kita memuji sesorang dengan berlebihan sama saja kita menyayat-nyayat lehernya.

Oleh karena itu, marilah kita jaga lisan kita dari segala 'penyakit-penyakit' yang dapat membuat kita terjerumus dalam 'kubang' dosa dan membuat kita 'terkucilkan' oleh masyarakat sekitar kita, hanya karena salah menggunakan lisan.

Jatuhnya Baghdad ( 656h./ 1258m.)

Oleh : H. Aang Asy'ari,LC

Mengamati fase-fase sejarah peradaban Islam, segera akan didapatkan kenyataan bahwa umat Islam pernah -dan akan selalu- dihadapkan pada kondisi-kondisi sulit. Beberapa diantaranya meninggalkan trauma sejarah dan luka yang sulit disembuhkan. Diantara luka itu: pertama, peristiwa jatuhnya Baghdad ke tangan pasukan Tatar 656 H/ 1258M. Kedua, jatuhnya kekuasaan Islam di Andalus, Spanyol. Ketiga, hegemoni pemikiran Barat pada dunia Islam dewasa ini. Secara berturut-turut, ketiga peristiwa itu akan dikupas untuk direnungkan dan kita ambil hikmahnya.

Baghdad

Membandingkan konflik kepentingan dan perang saudara berkepanjangan di Irak paska jatuhnya Rezim Saddam Husein dengan sejarah jatuhnya Baghdad tahun656 H./ 1258M. mengantarkan pada satu kesimpulkan: ternyata konflik Sunni-Syiah di Irak menemukan akar sejarahnya. Konflik besar antar kedua kelompok pernah terjadi juga dulu. Pertanyaannya, kalau dulu pertikaian antar keduanya menjadikan salah satu sebab pendorong hancurnya kekuasan Abasiah, apakah friksi yang terjadi sekarang ini juga akan membuat Irak dibuat hancur juga tanpa kita tahu siapa pemenangnya? Kesimpulan di atas berdasarkan pada data sejarah sebagai berikut:

Sebagai pengantar, sebetulnya, susah untuk menjelaskan bagaimana strategis Kota Baghdad dalam bentangan sejarah peradaban Islam. Pada masa keemasannya terlalu banyak keindahan yang bisa ia banggakan. Ia terlalu "sempurna". Yakut al-Hamawi dalam Mu'jam al-Buldan menyebutnya sebagai Um ad-Dunya dan Sayidah al-Bilad –pusat peradaban dunia-. Saat itu, selain keindahan tata kotanya, Baghdad adalah center of excellence keilmuan dunia. Ulama-ulama dari berbagai disiplin ilmu, pusat-pusat kajian dan penelitian, universitas, kekayaan referensi, semuanya tumplek di Baghdad. Tak heran lebih dari seribu pengarang mencantumkan kalimat al-Bagdadi pada namanya. Mereka adalah orang yang berasal atau menimba ilmu di Baghdad yang kemudian hijrah keluar Baghdad. Adapun ulama-ulama yang tinggal d Baghdad atau bermukim di Baghdad, terlalu sulit untuk dihitung jumlahnya. Namun sejak 656 H. atau 1258 M, bahkan hingga ini, Baghdad seolah tak mau bangun dari tidur panjangnya. Tentara Amerika dan sekutunya kini bercokol di Irak. Warga Irak pun –Suni, Syiah dan Kurdi- asyik bertikai sesamanya. Memilukan memang!

Petaka 656H. 1258M. ini terjadi, selain karena lemahnya kepemimpinan Khalifah ke- 37–terakhir- dinasti Abasiah, al-Musta'shim (609- 656H/1212- 1258M.) juga karena ada konspirasi antara salah seorang menteri kepercayaan al-Musta'shim, Ibn al-Alqami (seorang penganut Syiah Rafidhah) dengan penguasa Tatar, Hulaku. Demikian para pakar sejarah menjelaskan.

Pada masa Abasiah dia merupakan orang kepercayaan khalifah. Tapi, sayang kepercayaan itu kemudian disalahgunakan. Dia berniat ingin menggusur Abasiah dari pentas kekuasaan dan kemudian di atas reruntuhannya mendirikan negara Syiah. Nafsu ini timbul karena adanya konflik fanatisme bermazhab antara kaum Suni kota Basrah dengan penduduk Kurkhi yang penduduknya penganut Syiah Rafidhah. Suatu hari penduduk Basrah lapor pada Pangeran Abu Bakar Ibn al-Mu'tashim –sebagian pakar mengatakan nama aslinya Abu Abas Ahmad- dan Ruknudin atas tindakan kekerasan yang dilakukan penduduk Kurkhi. Melihat gejala yang tidak sehat itu mereka berdua memerintahkan bala tentara menyerang Kurkhi. Akibatnya Kurkhi porak-poranda. Peristiwa ini ternyata meninggalkan rasa sakit dan dendam yang luar biasa bagi Ibn al-Alqami dan memicu keinginan di atas.

Untuk meluluskan hasratnya diaturlah tiga rencana besar yang semuanya dilakukan dengan rapih dan kecerdikan yang luar biasa:

Pertama, melemahkan kekuatan angkatan bersenjata Abasiah dengan cara memangkas anggaran militer dan mengurangi jumlah pasukan. Dari sekitar seratus ribu tentara pada masa ayah al-Mu'tashim -al-Mustansir-, dipangkas menjadi kira-kira sepuluh ribu pasukan saja. Latihan peperangan dan modernisasi peralatan perang pun tak pernah ada lagi.

Kedua, melakukan konpsirasi politik dengan Penguasa Tatar, Hulaku, dengan kompensasi dia akan dijadikan Khalifah nantinya. Ibn al-Alqami mendorong Hulaku menyerang Baghdad. Dia berhasil meyakinkan bahwa Bagdad dalam kondisi sangat lemah. Semua info yang berkaitan dengan Bagdad dikasihnya dengan segala kepolosan. Sementara pergerakan pasukan Tatar dia tutup-tutupi serapat mungkin, sehingga pihak Abasiah tidak tahu, bahkan tak merasakan ada maut yang sedang mengintip.

Ketiga, menasehati Khalifah untuk tidak menyerang Tatar. Dia meyakinkan bahwa opsi damai adalah pilihan terbaik demi menyelamatkan nyawa rakyat. Demikian Ibn al-Alqami membungkus niat busuknya dengan alasan kemanusiaan. Karena lemahnya insting politik, Khalifah begitu percaya dengan apa yang disarankan Ibn al-Alqami.

Maka pada 18 Januari 1258 M. bertepatan dengan 656 H. Khalifah dan seluruh umat Islam harus menanggung derita dan tercabik-cabiknya harga diri. Petaka ini adalah awal kemunduran peradaban umat Islam setelah mengalami masa keemasan berabad-abad. Tak hanya materi yang hilang, tapi jiwa dan kekayaan inteketual pun hilang. Entah kapan lagi kita bisa mengulanginya? Pada hari itu dengan segala keganasan pasukan Tatar yang jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan pasukan muslim tak tertahankan lagi menerobos pertahanan kota Baghdad. Ratusan ribu jiwa, laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua habis dibunuh. Atas perintah Hulaku, ratusan ribu manuskrip buku karya ulama Islam yang tersimpan rapi di rak perpustakaan-perpustakaan dibuang ke sungai Dajlah. Para pakar sejarah menceritakan saat itu Dajlah penuh sesak dengan buku-buku, sehingga membentuk jembatan, dan tak heran, kalau kuda pun bisa melewati sungah Dajlah dengan mudah. Air Dajlah berubah jadi hitam oleh tinta. Manuskrip-manuskrip yang merupakan akumulasi peradaban Islam-Arab terdahulu hilang tanpa ampun. Kelompok keilmuan, universitas, masjid-masjid tak ada lagi, hilang ditelan bumi. Baghdad pun jadi kota mati. Hanya bau busuk mayat dan orang depresi berat yang tersisa. Penyakit menular mewabah ke seantero negeri. Negara tetangga – Mesir dan Syiria- hanya bisa meratap, menangis pilu tanpa bisa berbuat.

Pengkhinatan Ibnu al-Alqami

Pengkhianatan Ibnu al-Alqami sungguh tak akan terlupakan. Ketika pasukan Tatar mendekati kota Baghdad, Khalifah baru sadar, bau kematian sudah ada di depan mata. Dia pun memerintahkan pasukannya yang tinggal sedikit untuk menghadang laju pasukan Tatar. Tapi, Ibnu al-Alqami, dengan niat busuknya, menyarankan Khalifah untuk memilih opsi damai dengan konsekuensi hasil pajak Irak di bagi dua, antara Khalifah dan Tatar. Ibnu al-Alqami, sebagi juru runding, pun mengabarkan keinginan penguasa Tatar untuk mengambil mantu putra Khalifah, yaitu pangeran Abi Bakar. Maka berangkatlah Khalifah dengan disertai 700 tokoh. Mereka terdiri dari: fukaha, kaum sufi, petinggi negara dan tokoh masyarakat. Begitu mendekati kediaman Hulaku, mereka dihadang dan hanya 17 orang yang diizinkan masuk. Sementara sisanya dibunuh tanpa tersisa!

Sedangkan Khalifah, sementara masih dibiarkan hidup dan dipersilahkan kembali ke Istananya, tapi dengan status sebagai tahanan rumah. Kesempatan menikmati hidup sesaat ini lebih karena pertimbangan materi, dimana Khalifah dipaksa untuk memberikan semua kekayaan pribadi dan negara kepada Hulaku. Ditengah-tengah kesempatan sesaat yang diberikan Hulaku pada Khalifah, menurut Ibn Katsir, sekelompok Syiah Rafidhan dengan giat memprovokasi Hulaku untuk sekalian saja menghabisi nyawa Khalifah. Karena kalau dibiarkan, satu atau dua tahun ke depan Khalifah dipastikan akan memberontak. Maka, ketika Khalifah kembali datang ke hadapan Hulaku, dia memerintahkan untuk membunuhnya. Konon yang memberikan isyarat untuk membunuh adalah Ibnu al-Alqami dan Nashirudin Atthusi.

Pada tahun yang sama, Hulaku kembali ke negaranya. Ibnu al-Alqami ternyata tak mendapatkan apa yang dia cita-citakan! Dia hanya menjadi penguasa boneka. Semua kebijakan ada pada Tatar. Ternyata kedudukan pada masa Abasiah jauh lebih mulia dah terhormat dibanding masa Hulaku. Memang tak akan ada pengkhianat yang jadi orang besar. Andaipun ada hanya bermulut besar!

Seorang wanita, suatu hari, melihat Ibnu al-Alqami menunggangi kuda. Pada saat yang bersamaan tentara Tatar menggertak marah pada Ibnu al-Alqami dan menyuruh untuk mempercepat laju kudanya. Lalu, bertanyalah wanita itu pada Ibnu al-Alqami, "Apakah Abasiah juga memberlakukanmu seperti ini?" pertanyaan cerdas dan menyindir ini ternyata menyisakan kesan yang dalam pada diri Ibnu al-Alqami. Dia tahu betul, wanita itu sedang menertawakan kebodohannya. Setelah kejadian itu Ibnu al-Alqami menjadi pemurung dan seperti orang bingung. Tiga bulan kemudian, pada tahun yang sama- dia pun mati membawa penyesalan yang tak berarti. Namanya tidak dikenang kecuali sebagai ibrah bagi para pengkhianat! Wallau 'alam


Fakta ini berdasarkan data-data sejarah yang dibangun para sejarawan Suni. Adapun sejarawan Syiah, seperti Thabathabai, misalnya, menolak keras tuduhan bahwa Alqami berkhianat pada Abasia. Tapi pembelaan ini terasa lemah ketika diajukana pertanyaan: kenapa ketika Hulaku meninggalkan Baghdad, kok Alqami yang dipercaya sebagai kepala pemerintahan Baghdad? Bukankah dia salah-satu menteri kepercayaan Khalifah yang baru digulingkan? Ada apa dibalik semua itu?

06 July 2007

Mari perbaiki diri

Sebagai manusia yang Allah ciptakan dengan segala kelebihan, baik berupa akal fikiran, kesempurnaan bentuk fisik, maupun kelebihan-kelebihan lain yang Allah berikan, kita berada pada posisi utama dari makhluk lainnya. Namun di samping itu, kita juga diberi kesempatan apakah kita mau menjadi makhluk yang paling mulia atau makhluk yang paling hina dina.

Itulah kenapa manusia berpeluang melakukan berbagai kesalahan dalam hidupnya.
Ketika kita melakukan kesalahan, perasaan di hati kecil kita berkata bahwa kita telah berbuat salah. Dan sebagai manusia yang berpikir maka kita harus memperbaiki diri kita. Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran:

"Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa:16)

"Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Maidah:39)

Sekadar Curhat

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang sangat sayang kepadaku, kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha memperbaiki diri kapan dan di manapun berada. Seorang hamba yang senantiasa belajar untuk terus meng-up grade keimanannya.

Jangan pernah kita lupa bahwa Allah tidak pernah lupa memberikan karunia-Nya kepada kita. Baik berupa rezeki yang dapat kita nikmati maupun berupa kenikmatan dalam beribadah-mendekat kepada-Nya.

Sudah dua minggu aku tidak menmbuka blogku, kangen rasanya hati ini tuk kembali menulis. Walaupun tulisanku belum terarah, belum memilki fokus yang dapat diandalkan.