Dia tetap tersenyum. Walaupun semua tahu, 12 jam dia berada di situ dan hanya beberapa menit saja dia beristirahat. Dia pasti jenuh, namun motivasinya untuk menghidupi keluarganya mengalahkan segalanya. Setiap orang yang ia temui, mungkin ada yang tersenyum, tapi pasti ada juga dengan raut wajah memasam.
Dia tetap tersenyum. Dalam kelelahan dan rasa jenuh yang sangat. Dia berusaha menghibur dirinya dengan senyuman. Ya, bagaimana tidak, dia bekerja lebih parah dibandingkan buruh yang bekerja kasar walaupun dalam kasat mata ia berseragam rapi, berdasi, ber-jas, dan dengan sepatu bersemir. Karena, keserakahan manusia yang memeras habis keringatnya dan memeras darahnya.
Pegawai kontrak, buruh, bukan. Dia adalah budak kesemena-menaan dan keserakahan. Setiap hari keringatnya terus diperah, tetapi hak-haknya sama sekali tidak diberikan. Hanya mungkin upah yang seminim-minimnya yang ia dapatkan. Entahlah, semoga saja semua itu dapat tetap menjadi ladang bersyukur baginya dan anak istrinya sehingga suatu saat ia mendapat yang lebih baik dari Yang Maha Penyayang; Allah Azza Wajalla. Amin.
Dia tetap tersenyum. Dalam kelelahan dan rasa jenuh yang sangat. Dia berusaha menghibur dirinya dengan senyuman. Ya, bagaimana tidak, dia bekerja lebih parah dibandingkan buruh yang bekerja kasar walaupun dalam kasat mata ia berseragam rapi, berdasi, ber-jas, dan dengan sepatu bersemir. Karena, keserakahan manusia yang memeras habis keringatnya dan memeras darahnya.
Pegawai kontrak, buruh, bukan. Dia adalah budak kesemena-menaan dan keserakahan. Setiap hari keringatnya terus diperah, tetapi hak-haknya sama sekali tidak diberikan. Hanya mungkin upah yang seminim-minimnya yang ia dapatkan. Entahlah, semoga saja semua itu dapat tetap menjadi ladang bersyukur baginya dan anak istrinya sehingga suatu saat ia mendapat yang lebih baik dari Yang Maha Penyayang; Allah Azza Wajalla. Amin.