Halaman

26 April 2008

Mang-mang

Aku yang sedang mesantren 'menganggur, santai tapi keren' terus berikhtiar mencari tempat dimana aku dapat memberikan dedikasiku untuk seseorang, perusahaan ataupun lembaga, yang memang membutuhkan.

Ada beberapa tempat yang telah aku kirimi surat ketersediaanku untuk menjadi bagian dari keluarganya, baik lewat surat ataupun lewat email. Ada yang sudah memanggilku tetapi belum ada kelanjutan, adapula yang memang sepi.

Sambil menunggu kesepianku akan rutinitas yang memang aku harapkan, aku pun tetap terus mengaktualisasikan diri dengan berbagai cara. Sampai, beberapa hari yang lalu ada yang memanggilku untuk psikotes. Padahal sekarang ini aku sedang berusaha memasuki sebuah lembaga pendidikan formal; bukan untuk belajar, tetapi untuk bekerja.

Memang sulit, dikala sesuatu lagi tanggung-tanggungnya eh...ada yang membuat kebimbangan akhirnya, karena aku tidak mau diselimuti keraguan maka aku pun tidak memenuhi panggilan psikotes tersebut. Tapi bukan karena tidak mau, tapi karena aku sakit -seperti disengaja jadinya.

Tapi aku tetap yakin, walaupun yang dihadapanku itu belum tentu seratus persen ditangan. Semoga

4 comments:

Michael Ujang said...

Pangling euy! Lama nggak mampir, tampilannya makin segerr aje.
Ane mo komen tentang Kartini di sini aje ye?
Saya pikir janganlah salahkan Kartini. Karena apa yang dia lakukan pada jamannya memang sudah tepat.
Ibaratnya gini lho. Lelaki jaman sekarang suka bilang "Poligami itu Sunah Rosul" sebagai tameng untuk melegalkan aksinya memperbanyak istri (yang lebih karena syahwat).
Nah, wanita juga juga punya tameng "emansipasi wanita" untuk melegalkan aksinya.
Jadi nggak ada yang salah dengan Sunah Rosul atau Emansipasi wanita yang digaungkan Kartini. Tapi semuanya tergantung isi otak yang mengapresiasi.
Tapi ada hal menarik, yang dulu sempet membuat penasaran. Kenapa Kartini seolah sangat berarti bagi bangsa Indonesia sampai tanggal lahirnya diperingati setiap tahun? Apa yang membuatnya lebih istimewa dari Cut Nyak Dien, Cut Meutia atau Dewi Sartika, padahal ketiga nama yang ane sebut barusan tak kalah hebat dari Kartini. Malah bisa lebih hebat.
Usut punya usut, salah satunya ternyata karena Kartini menuliskan pikiran dan perjuangannya. Meski hanya bermaksud berkorespondensi, akhirnya surat-surat Kartini bisa terbit dalam bentuk buku.
Jadi, nggak salah kalau punya cita-cita jadi penulis...

Umaru Marudashi said...

Thank 4 ur comment. BTW ente dah nglik link yg ane kasih khan ????? Di pos kartini

Anonymous said...

subhanalloh sarae postingana,kang??? eh asli orang mana kitu? pas ane pertama baca. nu pa Harto tea.. hmmmmmm jd we ...


sudintaX@gmail.com

Umaru Marudashi said...

Orang bandung