Halaman

05 February 2008


Jangan lihat keburukan orang lain, dan lihatlah kelebihannya, maka kita akan lebih dapat menghargainya.

Mungkin itulah sebuah ungkapan yang sedikit perlu kita renungkan. Betapa, hari-hari kita lebih banyak digunakan untuk membahas kekurangan, keburukan, ketidaknyamanan orang lain dinadingkan dengan sisi positif yang ia miliki.

Masih hangat dalam bayangan kita, Bapak Alm. soeharto yang telah membangun bangsa ini selama kurang lebih 32 tahun meninggal dunia. Begitu banyak orang yang meneteskan air mata haru ...Tatkala beliau dikabarkan meninggal. Aku adalah salah satunya.

Padahal, kita tidak memungkiri kalau akhir-akhir ini dan bahkan sejak sepuluh tahun lalu, Pak Harto selalu dikaitkan dengan masalah-masalah yang timbul sampai sekarang ini. Korupsilah, pelanggaran HAM-lah, dan sebagainya. Mungkin, banyak diantara kita yang sangat membenci beliau.

Tapi, ketika beliau wafat, seakan semuanya sirna tanpa ada bekasnya. Betapa tidak, sebenarnya jasa-jasa beliau jauh lebih banyak dibandingkan dengan cela yang mungkin sebenarnya tidak pernah beliau niatkan.

Tak dipungkiri, banyak warga yang merasa bahwa saat pemerintahan beliau semuanya jauh lebih baik. Tapi saudaraku, dunia ini terus berputar dan janganlah menyamaratakan masa lalu yang gemilang dengan masa kini yang sulit, pelik, dan penuh nestapa. Yang penting kita bisa legowo.

1 comment:

Anonymous said...

Forgive tapi jgn Forget. Bisa jadi ini cara yang arif untuk menyikapi kompleksitas problematika Suharto.
Sebagai manusia kita memang patut memaafkan, karena Islam dan agama lain juga mengajarkan demikian. Tapi jgn lupa, negara kita adalah negara hukum, dan semuanya sama di depan hukum. Siapapun dia. Entah pejabat, mantan pejabat atau rakyat jelata.
Lantas karena beliau adalah mantan orang nomer satu di Indonesia, yang begitu banyak jasanya (Juga Dosanya) bagi bangsa, terus kita begitu saja melupakan proses hukum terhadap beliau. Saya rasa itu bukan sikap yang arif.
Kemudian tentang banyak rakyat yang meneteskan air mata atau mengiringi kepergian beliau ke tempat peristirahatan terakhirnya, itu tidak bisa jadi patokan kalau rakyat lebih "nyaman" saat dalam kepemimpinan beliau.
Kemudian tentang pernyataan Kang Baban bahwa saat pemerintahan beliau keadaan jauh lebih baik, saya kurang setuju. Saya pikir pernyataan itu terlalu sederhana untuk menilai "rezim Orde Baru". Karena permasalahannya terlalu kompleks. Perlu keilmuan dan pengkajian yang mendalam.
Sederhananya kita lihat indikasinya.
Ekonomi bisa dibilang baik meski pada akhirnya mewariskan budaya konsumtif. HAM, saya rasa itu lapor merah buat beliau. Begitu juga dengan segi tatanan negara PANCASILA, beliau nyata-nyata telah menodainya dengan menciptakan sebuah kekuasaan yang absolut, sebuah kerajaan dalam topeng negara republik. Juga tidak adanya kebebasan berpendapat (Ngomong langsung sikat).
Dari segi pertahanan dan ketahanan negara, tentu semua tau pada masa kepemimpinan beliau Indonesia sangat disegani negara-negara terutama di kawasan Asia Tenggara.
Sekali lagi saya katakan, terlalu sederhana jika kita menyimpulkan "BAGUS" dan "TIDAK BAGUS" kepemimpinan beliau. Setidaknya tengoklah indikasi-indikasinya.
Tapi bagaimanapun juga, kita tidak boleh jadi orang yang tidak tau terima kasih. Finally, maafkanlah (Forgive), but don't forget.
(Ujang Kasep)